BANDUNG, KOMPAS.com-Penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei dan media massa dinilai bisa mengaburkan temuan kasus pelanggaran pemilu presiden.
Petugas yang melakukan penghitungan serta pengawasan di lapangan diharapkan tidak terpengaruh hasil hitung cepat.
Koordinator Komite Independen Pengawas Pemilu (KIPP) Jawa Barat Dadang Sudardja, Minggu (12/7) di Bandung, mengatakan, hasil hitung cepat secara psikologis bisa memengaruhi penilaian petugas di lapangan.
Setelah melihat hasil itu, petugas menjadi permisif kepada pelanggaran, sebab dianggap sudah ada pemenang pilpres. Hal itu rentan terjadi terutama bila salah satu pasangan disebutkan jauh mengungguli pasangan lainnya. "Laporan pelanggaran dinilai sudah tidak akan memengaruhi hasil pilpres dan karenanya tidak perlu diproses," katanya.
Hitung cepat juga berpretensi membentuk opini publik yang terlalu dini tentang hasil pilpres. Seolah-olah salah satu pasangan sudah dipastikan menang. Padahal, baru satu persen suara yang dilaporkan masuk dan diambil sampelnya.
Gencarnya tayangan hitung cepat di sejumlah media harus disikapi masyarakat sebagai data pembanding. Adapun hasil pilpres yang resmi tetap berdasarkan penghitungan manual dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Terkait dengan pelaksanaan pilpres di Jabar, KIPP Jabar menemukan sejumlah pelanggaran di tempat pemungutan suara (TPS) yang sifatnya administratif. Banyak ditemui petugas di TPS yang kurang siap, misalnya datang melebihi pukul 08.00 atau memberikan surat suara dobel. KIPP juga menemui sejumlah saksi di TPS yang tidak membawa surat mandat dari pimpinan partai politik.
0 komentar:
Posting Komentar